Beberapa penelitian menemukan risiko yang lebih tinggi terhadap kanker dubur di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL). Kanker dubur dipicu oleh infeksi dengan virus menular seksual, yaitu HPV (human papillomavirus). Virus ini dapat menularkan sel yang melapisi saluran dubur dan, lambat laun, menyebabkannya mengembangkan secara kelainan. Dalam beberapa kasus, sel tersebut menjadi prakanker dan akhirnya membentuk tumor. Umumnya, kelainan disebabkan oleh HPV menumbuh secara perlahan. Namun, bila terjadi pada orang terinfeksi HIV juga, dengan sistem kekebalan yang lemah, kelainan terkait HPV dapat menjadi semakin umum, dan mereka bertumbuh lebih cepat. Peningkatan pada risiko kanker dubur ini pada laki-laki gay dan biseks yang HIV-positif adalah antara tujuh dan 28 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang HIV-negatif.
Umumnya, faktor risiko untuk kanker dubur termasuk: hubungan seks dubur sebagai penerima, tanpa dipakai kondom; riwayat kutil dubur; dan merokok.
Ada banyak jenis, atau subtipe, HPV; beberapa dapat menyebabkan kutil pada kelamin atau dubur sementara yang lain dapat menyebabkan tumbuhan prakanker, yang dalam beberapa kasus dapat membentuk tumor pada leher rahim, vulva, penis, dubur, mulut atau tenggorokan. Faktor risiko di antara LSL untuk mengembangkan tumbuhan prakanker dan kanker dubur termasuk: infeksi HIV, terutama dengan jumlah CD4 yang rendah; HPV yang tetap dapat terdeteksi pada dubur; dan penularan dengan jenis HPV yang dapat menyebabkan kanker.
Gejala kanker dubur dapat mencakup: gatal pada dubur; perdarahan dari dubur; nyeri pada dubur; dan pembengkakan pada kelenjar getah bening di kunci paha atau dekat dubur.
Diagnosis dan pengobatan
Secara ideal, skrining secara berkala – tes Pap tahunan – dapat membantu menyiagakan dokter mengenai keberadaan sel yang abnormal di dubur. Rujukan untuk anoskopi resolusi tinggi dan biopsi lesi yang abnormal kemudian dapat membantu menentukan tingkat kelainan dan membentuk diagnosis.
Bila ditemukan secara dini, kanker dubur sering dapat diobati secara sukses dengan kemoterapi, radiasi, dan, bila dibutuhkan, pembedahan. Oleh karena itu, orang yang berisiko displasia dubur (sel dubur yang abnormal) dan kanker sebaiknya melakukan pemeriksaan tahunan untuk masalah ini. Saat ini, skrining untuk kanker dubur agak jarang dilakukan.
Kebanyakan penelitian mengenai kanker dubur dan sel dubur yang abnormal dilakukan pada laki-laki. Sekarang sebuah tim penelitian Amerika Utara meneliti perempuan dengan HIV untuk lebih baik memahami dampak infeksi HPV pada dubur. Hasilnya memberi kesan bahwa sebagian perempuan dengan HIV yang agak kecil berisiko displasia dan kanker dubur. Faktor risiko terhadap masalah dubur buat perempuan itu akan dibahas nanti dalam laporan ini.
Perincian penelitian
Para peneliti melibatkan perempuan pada risiko tinggi terhadap HIV dan perempuan lain dengan HIV antara 2001 dan 2003 dari Brooklyn, Chicago, dan San Francisco.
Setelah dilibatkan, peserta mengunjungi klinik penelitian setiap enam bulan. Di klinik, mereka diwawancarai secara luas dan melakukan pemeriksaan fisik, kandungan, dan dubur, serta tes Pap. Tambahan, contoh darah dan cairan diambil untuk dianalisis. Bila ditemukan kelainan apa pun pada Pap dubur atau leher rahim, kemudian dokter melakukan pemeriksaan dubur dengan anoskopi resolusi tinggi dan biopsi untuk jaringan abnormal. Lesi yang sangat abnormal atau prakanker dicabut atau diobati.
Para peneliti melibatkan 470 perempuan HIV-positif dan 185 HIV-negatif, beberapa di antaranya dipantau sampai April 2006. Tim penelitian merangkum pola perempuan HIV-positif seperti berikut:
“Perempuan HIV-positif adalah lebih tua, lebih mungkin duda, cerai atau dipisah, melaporkan penghasilan rumah tangga yang lebih rendah, lebih mungkin menganggur, mengonsumsi lebih sedikit alkohol dan lebih mungkin pernah menyuntik narkoba dibandingkan perempuan HIV-negatif.”
Hasil
Berdasarkan wawancara dan angket, para peneliti menyimpulkan bahwa 47% perempuan HIV-positif dan 46% perempuan HIV-negatif melaporkan melakukan hubungan seks dubur. Perbedahan ini tidak bermakna secara statistik.
Bila dibandingkan perempuan HIV-positif dengan pasangan HIV-negatif, para peneliti menemukan bahwa perempuan HIV-positif sedikitnya tidak kali lipat lebih mungkin mempunyai tumbuhan abnormal dalam duburnya. Perempuan HIV-positif juga lebih mungkin mempunyai tumbuhan abnormal di leher rahim dan lebih mungkin terdeteksi HPV dalam dubur atau leher rahim atau dua-duanya.
Umumnya, faktor risiko untuk kanker dubur termasuk: hubungan seks dubur sebagai penerima, tanpa dipakai kondom; riwayat kutil dubur; dan merokok.
Ada banyak jenis, atau subtipe, HPV; beberapa dapat menyebabkan kutil pada kelamin atau dubur sementara yang lain dapat menyebabkan tumbuhan prakanker, yang dalam beberapa kasus dapat membentuk tumor pada leher rahim, vulva, penis, dubur, mulut atau tenggorokan. Faktor risiko di antara LSL untuk mengembangkan tumbuhan prakanker dan kanker dubur termasuk: infeksi HIV, terutama dengan jumlah CD4 yang rendah; HPV yang tetap dapat terdeteksi pada dubur; dan penularan dengan jenis HPV yang dapat menyebabkan kanker.
Gejala kanker dubur dapat mencakup: gatal pada dubur; perdarahan dari dubur; nyeri pada dubur; dan pembengkakan pada kelenjar getah bening di kunci paha atau dekat dubur.
Diagnosis dan pengobatan
Secara ideal, skrining secara berkala – tes Pap tahunan – dapat membantu menyiagakan dokter mengenai keberadaan sel yang abnormal di dubur. Rujukan untuk anoskopi resolusi tinggi dan biopsi lesi yang abnormal kemudian dapat membantu menentukan tingkat kelainan dan membentuk diagnosis.
Bila ditemukan secara dini, kanker dubur sering dapat diobati secara sukses dengan kemoterapi, radiasi, dan, bila dibutuhkan, pembedahan. Oleh karena itu, orang yang berisiko displasia dubur (sel dubur yang abnormal) dan kanker sebaiknya melakukan pemeriksaan tahunan untuk masalah ini. Saat ini, skrining untuk kanker dubur agak jarang dilakukan.
Kebanyakan penelitian mengenai kanker dubur dan sel dubur yang abnormal dilakukan pada laki-laki. Sekarang sebuah tim penelitian Amerika Utara meneliti perempuan dengan HIV untuk lebih baik memahami dampak infeksi HPV pada dubur. Hasilnya memberi kesan bahwa sebagian perempuan dengan HIV yang agak kecil berisiko displasia dan kanker dubur. Faktor risiko terhadap masalah dubur buat perempuan itu akan dibahas nanti dalam laporan ini.
Perincian penelitian
Para peneliti melibatkan perempuan pada risiko tinggi terhadap HIV dan perempuan lain dengan HIV antara 2001 dan 2003 dari Brooklyn, Chicago, dan San Francisco.
Setelah dilibatkan, peserta mengunjungi klinik penelitian setiap enam bulan. Di klinik, mereka diwawancarai secara luas dan melakukan pemeriksaan fisik, kandungan, dan dubur, serta tes Pap. Tambahan, contoh darah dan cairan diambil untuk dianalisis. Bila ditemukan kelainan apa pun pada Pap dubur atau leher rahim, kemudian dokter melakukan pemeriksaan dubur dengan anoskopi resolusi tinggi dan biopsi untuk jaringan abnormal. Lesi yang sangat abnormal atau prakanker dicabut atau diobati.
Para peneliti melibatkan 470 perempuan HIV-positif dan 185 HIV-negatif, beberapa di antaranya dipantau sampai April 2006. Tim penelitian merangkum pola perempuan HIV-positif seperti berikut:
“Perempuan HIV-positif adalah lebih tua, lebih mungkin duda, cerai atau dipisah, melaporkan penghasilan rumah tangga yang lebih rendah, lebih mungkin menganggur, mengonsumsi lebih sedikit alkohol dan lebih mungkin pernah menyuntik narkoba dibandingkan perempuan HIV-negatif.”
Hasil
Berdasarkan wawancara dan angket, para peneliti menyimpulkan bahwa 47% perempuan HIV-positif dan 46% perempuan HIV-negatif melaporkan melakukan hubungan seks dubur. Perbedahan ini tidak bermakna secara statistik.
Bila dibandingkan perempuan HIV-positif dengan pasangan HIV-negatif, para peneliti menemukan bahwa perempuan HIV-positif sedikitnya tidak kali lipat lebih mungkin mempunyai tumbuhan abnormal dalam duburnya. Perempuan HIV-positif juga lebih mungkin mempunyai tumbuhan abnormal di leher rahim dan lebih mungkin terdeteksi HPV dalam dubur atau leher rahim atau dua-duanya.

Komentar
Posting Komentar