Sebelumnya migren telah diidentifikasi berhubungan dengan faktor resiko terjadinya stroke iskemik. Etiologi dan patofisiologi migren ini berhubungkan dengan 2 macam faktor yaitu faktor inflamasi neurogenik dan faktor aktivasi platelet.
Peningkatan aktivasi platelet diakibatkan proses up-regulasi dari ikatan lekosit spesifik yang dapat mencetuskan terjadinya proses inflamasi. Proses ini dihasilkan oleh lekosit dan terjadinya hambatan pada endothelium, mekanisme ini dapat diterangkan melalui peristiwa yang terjadi pada stroke dan akhirnya dihubungkan dengan kejadian migren.
Dari hipotesis inilah banyak peneliti di berbagai negara yang berhasil meneliti adanya hubungan antara ke 2 kejadian itu. Penelitian terhadap hubungan antara ke 2 kasus tersebut ternyata telah dilakukan sebanyak 14 penelitian, 11 penelitian menggunakan metode case-control dan 3 lainnya menggunakan metode kohort.
Dari hasil penelitiannya menyetujui hubungan antara risiko stroke dengan kasus migren kejadiannya 2,2 kali lipat lebih banyak. Risiko bertambah secara konsisten pada orang yang mengalami migren yang didahului dengan aura sebanyak 2,9 kali lipat serta orang-orang yang tanpa didahului oleh adanya aura 1,6 kali lipat, risiko tersebut termasuk terjadi pada orang-orang yang memakai kontrasepsi oral terjadi peningkatan risiko sebanyak 8,7 kali lipat.
Seperti penelitian yang pernah dilalukan oleh Dr. JA. Zeller, seorang ahli saraf dari German bahwa pasien migren yang telah ditelitinya ternyata menunjukkan kemaknaan yang lebih tinggi pada proses agregasi platelet–lekosit jika dibandingkan dengan pembandingnya (p = 0.003).
Efek agregasi platelet ini diikuti adanya peningkatan sel polimorfiknuklear yang juga mempunyai kemaknaan tinggi (p = 0.003) tetapi tidak diikuti dengan agregasi monosit dan limfosit. Aktivasi dari platelet terlihat menigkat (p = 0.001).
Pada saat terjadi serangan migren telah terjadi proses pro-inflamasi akibat telah terjadi adhesi antara platelet dan lekosit selama terjadi sakit kepala hal ini serupa dengan kejadian pada sindrom serebrovaskuler dan sindroma korener akut pada tingkat seluler.
Peningkatan aktivasi platelet diakibatkan proses up-regulasi dari ikatan lekosit spesifik yang dapat mencetuskan terjadinya proses inflamasi. Proses ini dihasilkan oleh lekosit dan terjadinya hambatan pada endothelium, mekanisme ini dapat diterangkan melalui peristiwa yang terjadi pada stroke dan akhirnya dihubungkan dengan kejadian migren.
Dari hipotesis inilah banyak peneliti di berbagai negara yang berhasil meneliti adanya hubungan antara ke 2 kejadian itu. Penelitian terhadap hubungan antara ke 2 kasus tersebut ternyata telah dilakukan sebanyak 14 penelitian, 11 penelitian menggunakan metode case-control dan 3 lainnya menggunakan metode kohort.
Dari hasil penelitiannya menyetujui hubungan antara risiko stroke dengan kasus migren kejadiannya 2,2 kali lipat lebih banyak. Risiko bertambah secara konsisten pada orang yang mengalami migren yang didahului dengan aura sebanyak 2,9 kali lipat serta orang-orang yang tanpa didahului oleh adanya aura 1,6 kali lipat, risiko tersebut termasuk terjadi pada orang-orang yang memakai kontrasepsi oral terjadi peningkatan risiko sebanyak 8,7 kali lipat.
Seperti penelitian yang pernah dilalukan oleh Dr. JA. Zeller, seorang ahli saraf dari German bahwa pasien migren yang telah ditelitinya ternyata menunjukkan kemaknaan yang lebih tinggi pada proses agregasi platelet–lekosit jika dibandingkan dengan pembandingnya (p = 0.003).
Efek agregasi platelet ini diikuti adanya peningkatan sel polimorfiknuklear yang juga mempunyai kemaknaan tinggi (p = 0.003) tetapi tidak diikuti dengan agregasi monosit dan limfosit. Aktivasi dari platelet terlihat menigkat (p = 0.001).
Pada saat terjadi serangan migren telah terjadi proses pro-inflamasi akibat telah terjadi adhesi antara platelet dan lekosit selama terjadi sakit kepala hal ini serupa dengan kejadian pada sindrom serebrovaskuler dan sindroma korener akut pada tingkat seluler.

Komentar
Posting Komentar