Memberikan anak-anak susu penyebab alergi dengan dosis terus meningkat dapat meringankan dan bahkan membantu menghilangkan reaksi alergi mereka secara sempurna, seperti hasil studi yang dipimpin oleh John Hopkins Children's Center bersama Duke University. Hasil studi dilaporkan di dalam Journal of Allergy & Clinical Immunology 28 Oktober 2008.
Menurut para peneliti, walaupun jumlah sampel dalam srudi ini kecil yaitu 19 anak, temuan memberi pencerahan dan dorongan karena ini pertama kalinya studi susu sebagai imunoterapi secara acak ganda dan terkontrol plasebo. Di dalam studi, para peneliti membandingkan kelompok anak yang menerima bubuk susu dengan kelompok anak yang menerima plasebo yang hampir sama penampilan dan rasanya dengan susu bubuk. Walaupun peneliti dan pasien mengetahui anak mana yang menerima susu, usaha keras penelitian meminimalkan kemungkinan kesalahan dan bias.
Saat ini, pengelolaan alergi makanan melibatkan pantangan penuh pada makanan pemicu, menunggu anak tumbuh dan menangani reaksi alergi jika terjadi. Yang terakhir bisa membahayakan, karena beberapa makan umum ini sulit dihindari dan beberapa reaksi sangat bahaya dan bahkan mengancam jiwa.
The Center for Disease Control and Prevention memperkirakan alergi makanan meningkat menjadi 3 juta anak di Amerika mengalami alergi makanan, peningkatan 18% dibandingkan 10 tahun lalu. Alergi susu adalah tipe alergi makanan yang paling prevalen.
Para ilmuwan mengamati reaksi alergi selama 4 minggu pada 19 anak dengan alergi susu persisten dan parah sekitar 6-17 tahun. Duabelas anak menerima dosis tinggi protein susu secara bertahap dan 7 anak menerima plasebo. Pada awal studi, anak-anak dapat mentoleransi rata-rata hanya 40 mg susu.
Pada akhir minggu ke-4 studi, kedua kelompok diberikan susu bubuk sebagai 'tantangan' untuk melihat apakah dosis masih yang menyebabkan reaksi setelah terapi. Anak-anak yang menerima dosis tinggi secara meningkat protein susu selama beberapa bulan mampu mentoleransi dosis sedang 140 mg susu tanpa mengalami rekasi alergi atau mengalami gejala ringan, seperti gatal di mulut dan gangguan perut yang ringan. Mereka yang mendapat plasebo tetap tidak mentoleransi dosis lebih tinggi dari 40 mg bubuk susu tanpa mendapatkan rekasi alergi. Pada kelompok yang menerima protein susu, dosis toleransi terendah adalah 2 yaitu 540 mg dan tertinggi 8,140 mg. Uji laboratorium menunjukkan anak-anak yang teratur minum susu mendapatkan lebih banyak antibodi di dalam darah mereka, sehingga mendapat mentoleransi susu lebih baik dibandingkan yang mendapat plasebo. Para ilmuwan mengatakan bahwa toleransi pada anak-anak yang ditangani oleh susu akan berkembang terus selama pemberian dan memberikan rekomendasi agar anak-anak ini terus mengkonsumsi susu tiap hari untuk menjaga resistensi. Para ilmuwan memberikan peringatan bahwa masih tidak jelas apakah anak-anak dapat mempertahankan toleransinya saat berhenti minum susu secara teratur.
Kelompok dari John Hopkins saat ini sedang mempelajari terapi imun oral pada anak-anak dengan alergi telur untuk mengetahui apakah peningkatan dosis protein susu dapat membantu menghilangkan masalah alerginya.
Menurut para peneliti, walaupun jumlah sampel dalam srudi ini kecil yaitu 19 anak, temuan memberi pencerahan dan dorongan karena ini pertama kalinya studi susu sebagai imunoterapi secara acak ganda dan terkontrol plasebo. Di dalam studi, para peneliti membandingkan kelompok anak yang menerima bubuk susu dengan kelompok anak yang menerima plasebo yang hampir sama penampilan dan rasanya dengan susu bubuk. Walaupun peneliti dan pasien mengetahui anak mana yang menerima susu, usaha keras penelitian meminimalkan kemungkinan kesalahan dan bias.
Saat ini, pengelolaan alergi makanan melibatkan pantangan penuh pada makanan pemicu, menunggu anak tumbuh dan menangani reaksi alergi jika terjadi. Yang terakhir bisa membahayakan, karena beberapa makan umum ini sulit dihindari dan beberapa reaksi sangat bahaya dan bahkan mengancam jiwa.
The Center for Disease Control and Prevention memperkirakan alergi makanan meningkat menjadi 3 juta anak di Amerika mengalami alergi makanan, peningkatan 18% dibandingkan 10 tahun lalu. Alergi susu adalah tipe alergi makanan yang paling prevalen.
Para ilmuwan mengamati reaksi alergi selama 4 minggu pada 19 anak dengan alergi susu persisten dan parah sekitar 6-17 tahun. Duabelas anak menerima dosis tinggi protein susu secara bertahap dan 7 anak menerima plasebo. Pada awal studi, anak-anak dapat mentoleransi rata-rata hanya 40 mg susu.
Pada akhir minggu ke-4 studi, kedua kelompok diberikan susu bubuk sebagai 'tantangan' untuk melihat apakah dosis masih yang menyebabkan reaksi setelah terapi. Anak-anak yang menerima dosis tinggi secara meningkat protein susu selama beberapa bulan mampu mentoleransi dosis sedang 140 mg susu tanpa mengalami rekasi alergi atau mengalami gejala ringan, seperti gatal di mulut dan gangguan perut yang ringan. Mereka yang mendapat plasebo tetap tidak mentoleransi dosis lebih tinggi dari 40 mg bubuk susu tanpa mendapatkan rekasi alergi. Pada kelompok yang menerima protein susu, dosis toleransi terendah adalah 2 yaitu 540 mg dan tertinggi 8,140 mg. Uji laboratorium menunjukkan anak-anak yang teratur minum susu mendapatkan lebih banyak antibodi di dalam darah mereka, sehingga mendapat mentoleransi susu lebih baik dibandingkan yang mendapat plasebo. Para ilmuwan mengatakan bahwa toleransi pada anak-anak yang ditangani oleh susu akan berkembang terus selama pemberian dan memberikan rekomendasi agar anak-anak ini terus mengkonsumsi susu tiap hari untuk menjaga resistensi. Para ilmuwan memberikan peringatan bahwa masih tidak jelas apakah anak-anak dapat mempertahankan toleransinya saat berhenti minum susu secara teratur.
Kelompok dari John Hopkins saat ini sedang mempelajari terapi imun oral pada anak-anak dengan alergi telur untuk mengetahui apakah peningkatan dosis protein susu dapat membantu menghilangkan masalah alerginya.

klo anak2 alergi susu repot ya!
BalasHapus