Setiap pagi ketika tiba di tempat kerja, wanita ini akan meneliti 960 sel induk embrionik tikus di laboratorium. Setelah tujuh tahun, Lim Sai Kiang akhirnya dapat melihat hasil risetnya, sel punca dapat secara efektif mengobati diabetes.
Lim, peneliti dari Institute of Medical Biology dari Lembaga Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Riset serta rekannya, Associate Professor Li Guodong, telah berusaha mengisolasi dan mengembangkan sel yang dapat memproduksi insulin murni.
Dengan melakukannya, periset ini telah membuat gebrakan dalam mengontrol level gula darah, di mana penderita diabetes tidak mampu mencukupinya sendiri karena tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk memecah gula. Keduanya yakin bahwa riset mereka dengan tikus dapat diaplikasikan pada manusia untuk mendapatkan sel pemroduksi insulin murni yang sama. Optimisme yang sama diungkapkan seorang profesor dari Harvard Medical School yang mengirimkan ucapan selamatnya kepada Lim.
"Hasil kerja kelompok periset ini mengesankan. Kami butuh sesuatu untuk ditempatkan pada tubuh pasien diabetes untuk merawat kondisi mereka, dan penemuan ini memberi tahu kami hal menarik tentang pengembangan sel beta (yang membuat dan mengeluarkan insulin)," ujar Profesor Gordon Weir, Direktur Clinical Islet Transplantation Program, yang juga memegang persetujuan di Harvard Stem Cell Institute dan Joslin Diabetes Center di Amerika Serikat (AS).
Dalam eksperimen mereka, Lim dan Li menginjeksi sel pemroduksi insulin ke tikus yang menderita diabetes dan menemukan bahwa, dalam sepekan, level gula darah yang tinggi pada tikus itu sudah kembali normal. Sel juga mampu bertahan hingga sekitar tiga bulan. Ketika sel itu diambil, gula darah tikus kembali ke level aslinya.
Sampai saat ini, teknik riset itu belum mampu menciptakan sel pemroduksi insulin dalam jumlah tak terbatas. Atau sel yang diproduksi itu dihubungkan dengan tumor di tikus yang disebut teratoma, yang membuat penggunaan perawatan itu tidak cocok.
Namun, tim Singapura itu telah mampu menepis rintangan dengan sel induk yang memiliki struktur subseluler yang sama seperti sel beta yang secara alami ditemukan di pankreas di sistem pencernaan manusia.
"Mungkin sekali memodifikasi teknik mereplikasi hasil ini pada manusia untuk membantu pasien diabetes, karena tikus memiliki banyak karakteristik yang sama dengan manusia," ujar Lim.
Salah satu metode yang mungkin diterapkan dalam perawatan medis adalah dengan menanamkan kapsul penuh sel yang memproduksi insulin di bawah kulit, mengontrol perkembangan mereka, dan menjaga mereka diserang sel kebal tubuh.
"Sekarang pasien diabetes harus menginjeksi insulin seumur hidup dan itu sangat menyakitkan bagi mereka, terutama bagi mereka yang menderita diabetes sejak usia muda," ungkap Li. (sindo//srn)
Lim, peneliti dari Institute of Medical Biology dari Lembaga Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Riset serta rekannya, Associate Professor Li Guodong, telah berusaha mengisolasi dan mengembangkan sel yang dapat memproduksi insulin murni.
Dengan melakukannya, periset ini telah membuat gebrakan dalam mengontrol level gula darah, di mana penderita diabetes tidak mampu mencukupinya sendiri karena tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk memecah gula. Keduanya yakin bahwa riset mereka dengan tikus dapat diaplikasikan pada manusia untuk mendapatkan sel pemroduksi insulin murni yang sama. Optimisme yang sama diungkapkan seorang profesor dari Harvard Medical School yang mengirimkan ucapan selamatnya kepada Lim.
"Hasil kerja kelompok periset ini mengesankan. Kami butuh sesuatu untuk ditempatkan pada tubuh pasien diabetes untuk merawat kondisi mereka, dan penemuan ini memberi tahu kami hal menarik tentang pengembangan sel beta (yang membuat dan mengeluarkan insulin)," ujar Profesor Gordon Weir, Direktur Clinical Islet Transplantation Program, yang juga memegang persetujuan di Harvard Stem Cell Institute dan Joslin Diabetes Center di Amerika Serikat (AS).
Dalam eksperimen mereka, Lim dan Li menginjeksi sel pemroduksi insulin ke tikus yang menderita diabetes dan menemukan bahwa, dalam sepekan, level gula darah yang tinggi pada tikus itu sudah kembali normal. Sel juga mampu bertahan hingga sekitar tiga bulan. Ketika sel itu diambil, gula darah tikus kembali ke level aslinya.
Sampai saat ini, teknik riset itu belum mampu menciptakan sel pemroduksi insulin dalam jumlah tak terbatas. Atau sel yang diproduksi itu dihubungkan dengan tumor di tikus yang disebut teratoma, yang membuat penggunaan perawatan itu tidak cocok.
Namun, tim Singapura itu telah mampu menepis rintangan dengan sel induk yang memiliki struktur subseluler yang sama seperti sel beta yang secara alami ditemukan di pankreas di sistem pencernaan manusia.
"Mungkin sekali memodifikasi teknik mereplikasi hasil ini pada manusia untuk membantu pasien diabetes, karena tikus memiliki banyak karakteristik yang sama dengan manusia," ujar Lim.
Salah satu metode yang mungkin diterapkan dalam perawatan medis adalah dengan menanamkan kapsul penuh sel yang memproduksi insulin di bawah kulit, mengontrol perkembangan mereka, dan menjaga mereka diserang sel kebal tubuh.
"Sekarang pasien diabetes harus menginjeksi insulin seumur hidup dan itu sangat menyakitkan bagi mereka, terutama bagi mereka yang menderita diabetes sejak usia muda," ungkap Li. (sindo//srn)
Komentar
Posting Komentar